Thirteen Reasons Why
Oleh Jay Asher
Penerjemah Mery Riansyah
Paperback, 287 halaman
Matahati, Oktober 2011
Bagaimana rasanya ketika dirimu menjadi seorang pemuda yang cintanya tak akan pernah kesampaian? Bukan karena gadis yang kau cintai pergi dengan laki-laki lain, namun karena ia memutuskan untuk tidak memulai segalanya. Si gadis lebih senang mengakhiri kehidupannya sendiri di dunia ini. Ia memutuskan harapannya sendiri, juga harapanmu sebagai pemuda yang mencintainya.
Jadi, bagaimana rasanya? Bagaimana pula rasanya ketika dirimu tahu semua alasan mengapa ia harus mengakhiri ini semua? Sakit? Menyesal? Sedih? Marah? Saya yakin pasti akan campur aduk rasanya, seperti gado-gado basi.
Novel populer ini bercerita tentang Hannah Baker, seorang gadis SMA yang cantik dan pintar menulis puisi. Sebenarnya ia punya masa depan cerah jika ia mau. Hanya saja reputasinya anjlok karena beberapa teman di sekitarnya kurang bisa bertanggung jawab dan tidak peka dengan perasaannya. Tidak ada yang peka, tidak ada yang mau menolong. Mereka semua malah memperburuk dengan memanfaatkan situasi demi kesenangan sendiri.
Maka dari itu, Hannah yang sadar dengan dirinya yang depresi, akhirnya mengikuti sebagian suara pikirannya untuk bunuh diri. Sebelum melakukan aksinya, ia merekam suaranya dengan perekam tua milik Tony dan menggandakannya dan mengirimkannya kepada orang-orang dalam daftar yang harus menerima kaset tsb.
Mengapa membuat rekaman ke dalam 7 buah kaset? Karena Hannah merasa harus melakukan ini. Agar ia merasa lega. Ia mengungkapkan segala uneg-unegnya kepada teman-teman yang ikut andil membuatnya melakukan bunuh diri, Ada 13 orang, berarti ada 13 alasan.
Tujuan Hannah yang utama adalah agar ingin teman-temannya mendapat pencerahan setelah ia pergi. Agar teman-temannya tahu dimana kesalahan mereka. Intinya, Hannah ingin mengorbankan dirinya sendiri. Ia ingin menjadi martir.
Komentar saya?
Well, buku ini cukup menarik. Saya ikut merasakan apa yang Hannah rasakan. Saya pun merasa kasihan dengan gadis itu dan kesal dengan teman-teman yang sudah ikut andil menyebabkan ia bunuh diri. Namun di sisi lain saya murka kepada Hannah. Kenapa ia begitu lemah? Kenapa ia menyerah dan membiarkan dirinya sendiri gagal?
Meski begitu, saya maklumi alasan Hannah untuk membuat teman-temannya sadar. Tapi ya lagi-lagi, tidak harus mengorbankan diri seperti itu.Beberapa dari kami akan terlalu marah pada Hannah karena telah bunuh diri dan menyalahkan orang lain. ~ Jay Asher, Thirteen Reasons Why, 267.
Buku ini mengenai young adult, sehingga cocok dibaca oleh anak-anak yang tengah duduk di bangku sekolah menengah atas. Namun saran saya, ketika membca novel ini, para pembaca harus mengondisikan dirinya untuk berpikir positif. Saya khawatir jika novel ini dibaca oleh anak muda yang sedang dalam kondisi labil dan mudah terprovokasi sehingga akan terjadi kejadian yang tidak diinginkan seperti yang dialami Hannah. Ah, kekhawatiran yang berlebihan yah.
Ulasan ini diikutsertakan pada FYE; Fun Year Event with Children's Lit: Fun Month 4 oleh Bzee, dan New Author RC oleh Ren.
Iya, dhil. Aku juga gak sreg sama keputusan Hanah bunuh diri,. Tapi justru ceritanya bermula dari situ ya :|
ReplyDelete