Buku ini termasuk buku lama, sebab sudah sejak saya umur 8 tahun diterbitkan. Dan ketika umur yang sama pula alias kelas 4 SD, saya sudah mulai tertarik dengannya. Saya mencoba membacanya halaman demi halaman. Ya, hasilnya tidak mudeng sangat memang. Namun entah, saya tetap tertarik pada buku itu dan bersabar untuk menanti usia saya dewasa untuk dapat membaca buku tsb dengan pemikiran yang terang dan jelas.
Gelandangan Di Kampung Sendiri terdiri atas kumpulan tulisan-tulisan Emha atas dasar respon hal-hal sosial, politik dan kemanusiaan. Kebanyakan tulisan ini merupakan tanggapan Emha kepada surat-surat banyak orang yang datang kepadanya, atau juga tentang kisah-kisah manusia yang bertandang langsung ke rumahnya. Secara subyektif saya senang dengan buku tersebut. Bagi saya sangat manusia. Sangat merakyat.
Namun sayang sekali, Gelandangan Di Kampung Sendiri harus menghilang dari dekapan saya . Beberapa hari yang lalu saya pergi ke Gorontalo dan pastinya membawa serta buku ini juga. Ketika harus pulang lagi ke Jakarta, saya terlupa dimana saya meletakkan buku itu setelah membacanya. Saya baru menyadari buku tak ada ketika menjelang boarding. Sungguh tragis. Apalagi buku itu milik bapak saya. Buku itu salah satu kesayangan saya.
Ketika di rumah, saya menyampaikan berita hilangnya buku itu dengan hati-hati kepada bapak.
D: Pak, buku punya bapak yang judulnya Gelandangan Di Kampung Sendiri yang ditulis Emha aku bawa ke Gorontalo dan hilang.B: Hmmm… yaudah, ngga apa-apa.D: Emm… kira-kira masih ada yang jual ngga ya? Mau beli lagi.B: Ngga tau masih ada atau engga. Hmm… buku itu kan bukan beli.Buku itu dia (Emha) sendiri yang ngasih ke bapak, waktu di masjid Al-Ikhwan dulu.D: ….. (bengong. makin menyesal).
Begitulah ceritanya saya semakin menyesal. Dan semakin bertambah keinginan saya untuk mendapatkan buku itu kembali. Bagaimanapun caranya, entah harus membeli atau memesan, atau bagaimana dan bagaimana. Sebab buku itu ternyata pemberian Emha langsung untuk bapak saya. Entah ada hubungan apa diantara mereka berdua. Mungkin waktu itu bapak saya jadi marbot di Masjid Al-Ikhwan atau bagaimana saya kurang peduli juga. Yang saya sesalkan cuma fakta bahwa sekali lagi buku itu pemberian Emha! hikz..
Be First to Post Comment !
Post a Comment