Top Social

Januari 2015: Ekspektasi

|

Saya meyakini sebuah teori yang saya buat sendiri, yakni: semakin kamu banyak membaca, semakin kamu menambah pengharapan pada setiap buku yang kamu baca. Menambah pengharapan di sini bisa berarti juga tingginya ekspektasi. Jadi wajarlah jikalau para kutubuku tidak perlu repot-repot untuk kuliah jurusan sastra untuk memilah mana cerita yang didukung oleh karakter, setting, dan alur yang baik. Mereka cukup banyak membaca buku, dan tentunya banyak menganalisa bacaan secara ototidak. Yah ini sih hanya teori saya saja, bisa jadi ada yang setuju dan ada juga yang tidak. Kalau kalian bagaimana? :)

The Clockwork Three by Mathew Kirby
Di atas adalah buku yang saya sebut sebagai another fantasy. Buku tersebut berjudul The Clockwork Three atau yang diterjemahkan menjadi Tiga Anak dan Satu Jam, karya Mathew Kirby. Seperti biasa, saya tidak terlalu tertarik pada awalnya, kalau tidak banyak rekomendasi untuk membaca buku ini. Yah, maklumlah, sebagai orang awam dalam dunia buku, saya tidak mau terlalu kecewa kalau sudah terlanjur membaca.

Usai dengan Peter Nimble, The Runaway King dan sekuelnya yang juga terbitan Gramedia, buku yang sangat saya nantikan adalah The Whispering Skull karya Jonathan Stroud. Memang, saya tidak terlalu berharap kepada The Clockwork Three. Namun entah kenapa, akhirnya saya pun meminjam buku ini dari tangan salah satu teman :D
Awalnya alur berjalan lamban. Saya harus mencerna latar belakang dari tiga tokoh utama. Giuseppe dengan pekerjaannya sebagai pengamen jalanan. Frederick, si asisten pembuat jam. Dan Hannah, pelayan di hotel mewah. Mereka semua masih anak-anak di bawah umur. Mereka juga memiliki masalah dalam hidupnya sehari-hari. Dan tanpa disadari, ada benang merah yang membuat hidup mereka bersilangan.

Ada yang menarik dan ada juga yang membuat saya mengerutkan kening. Yang menarik adalah, entah bagaimana Mathew Kirby menuliskan fiksi ini sebegitu logis. Ya, saya senang dengan cerita yang beralur masuk akal. :)

Pada buku ini saya agak sulit menemukan titik mana yang tidak logis. Cerita demi cerita seperti sudah seperti kartu-kartu tertutup yang penuh kejutan. Mereka hanya menunggu seseorang untuk membuka dan membacanya saja.

Menjadi logis ketika Giuseppe begitu bersusah payah menjalan kerasnya hidup di jalanan. Segala sesuatu, termasuk siksaan dari sang patron dan sulitnya mengumpulkan uang digambarkan begitu detail. Seolah-olah Kirby ingin menegaskan, tidak ada yang mudah dalam hidup ini, termasuk dalam dunia fiksi sekalipun.

Menjadi logis ketika Frederik harus begadang malam demi malam untuk membuat automatonnya, yang pada akhirnya tetap menjadi belum sempuna tanpa bantuan si pembuat jam yang asli. Lagi-lagi Kirby menegaskan, tidak ada hal yang instan untuk membuat sesuatu yang canggih. Butuh waktu, kerja keras, dan pengetahuan luas!

Menjadi logis ketika Hannah begitu lama merasakan kepedihan menjadi tulang punggung keluarganya. Hingga ia berniat jahat kepada seseorang dan terkena batunya. Kirby pun menyimpulkan, tidak ada peri di dunia yang keras ini. Tidak ada yang mudah untuk bertahan hidup.

Dan tanpa saya duga, cerita yang begitu mengalir ini benar-benar menemui pengharapan saya. Saya berikan bintang lima.

Meski begitu, ada hal-hal kecil yang tidak ada penjelasannya, seperti siapakah musuh utama madam misterius yang tinggal di lantai teratas hotel tempat Hannah bekerja, dan begitu sedikitnya peran magnus pada cerita ini. Yah, tetap tidak mengurangi kesan saya terhadap buku ini. :)

Be First to Post Comment !
Post a Comment

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Custom Post Signature