Judul: Love and Vertigo
Pengarang: Hsu-Ming Teo
Penerbit: Allen and Unwin
Cetakan: I, Juli 2000
Tebal: 300 halaman
Rating: 3/5
Award: Australian / Vogel Literary Award 1999
Pandora Lim terlahir sebagai anak yang tidak diinginkan oleh Mei Ling, sang ibu. Mei Ling sangat kecewa ketika ia kembali melahirkan anak perempuan untuk kesekian kali. Pandora pun dihibahkan kepada adik perempuan Mei Ling. Gadis cilik itu hidup bahagia dan mamur hingga ibu angkatnya melahirkan seorang anak perempuan. Ketika itu terjadi Pandora harus kembali ke rumah asalnya, kepada ibu aslinya. Sejak saat itu Pandora mengerti bahwa tidak ada yang menginginkan dirinya, tidak siapapun.
Akhirnya ia tumbuh besar dengan rasa kecewa yang memenuhi benaknya. Sebagian besar memori yang ia punya hanyalah hukuman-hukuman dan kerja keras yang harus ia lakukan demi mendapatkan perhatian semua orang yang ada di rumah, terutama ayah dan ibunya. Ia berpikir ia akan berubah nasib dan menjadi lebih bahagia ketika berkeluarga. Ternyata salah. Ia memiliki ibu mertua yang selalu berlaku sinis dan kejam terhadapnya, mengingat suaminya adalah anak pertama. Seolah-olah ada kompetisi tak terlihat antara ibu mertua dan dirinya.
Rasa kecewa dalam diri Pandora berkembang semakin besar hingga ia tidak mengenal siapa dirinya sendiri. Ia sudah tidak tahu mana sebenarnya cinta dan seperti apa cinta. Baginya cinta dan vertigo tidak lagi ada bedanya.
***
Membaca novel ini saya seperti membaca buku novel romantis yang berbumbu sejarah. Karena Teo tidak hanya bercerita mengenai pelik kehidupan cinta Pandora, namun juga situasi politik, sosial, ekonomi dan budaya yang terjadi kala itu. Yang menjadi setting novel ini adalah Singapura dan Malaysia pada tahun 1940 - 1969 dan 1990an, kemudian Australia pada tahun 1969an - 1990an. Penggambaran budaya Cina cukup jelas disini, karena novel ini memang tentang perempuan Cina dan pengarangnya pun berasal dari kultur yang sama.
Lain itu, topik asimilasi dan imitasi dan khususnya tentang gender memang terasa sangat kental. Sesekali pembaca juga disuguhkan tentang sejarah yang berkait dengan SARA, yang tentunya berasal dari sudut pandang si penulis. Jadi, bisa jadi akan ada pendapat-pendapat yang mungkin negatif dari para pembaca dari golongan agama tertentu.
Lewat novel ini kita dapat mengetahui bahwa kaum Cina zaman dulu menganggap anak perempuan sangatlah tidak berguna dan tidak mampu berbuat apapun. Maka mereka lebih menyenangi anak laki-laki sebagai penerus keluarga. Saya rasa pendapat ini tidak hanya pemikiran kuno yang dimiliki oleh bangsa Cina kuno saja, namun juga bangsa lainnya di zaman dahulu kala.
Lewat novel ini juga kita mengetahui soal mengenai asimilasi khususnya yang terjadi pada para imigran. Seperti yang terjadi pada Grace dan Sonny, dua anak Pandora, yang merasa tidak diterima ketika mereka tinggal di Australia dan merasa bukan menjadi bagian dari bangsa Cina khususnya ketika mereka berada di Singapura. Sehingga mereka malah berada pada posisi tengah-tengah, bukan bagian dari barat ataupun dari timur. Menyadari hal ini, mereka malah ingin sepenuhnya menjadi seorang barat dan lebih ekstrim lagi membenci dilahirkan sebagai Cina.
Akhir kata, novel ini merupakan salah satu karya yang sangat menarik. Tidak heran jika diganjar dengan penghargaan Australian / Vogel Literary Award 1999.
***
Hsu-Ming Teo adalah seorang novelist dan sejarawan yang kesehariannya mengajar pada Department of Modern History, Politics and International Relations, Macquarie University, Sydney, Australia.
***
Ulasan ini diikutsertakan pada Posting bareng BBI untuk Sastra Asia dan RC books in English bunda Peni. Bagi yang ingin ikut serta silakan lihat syarat dan ketentuan disini.
Pengarang: Hsu-Ming Teo
Penerbit: Allen and Unwin
Cetakan: I, Juli 2000
Tebal: 300 halaman
Rating: 3/5
Award: Australian / Vogel Literary Award 1999
"In Pandora's neediness, love, like vertigo, pulled at her and she was at once terrified and tempted by the void below." (pp. 99)
Pandora Lim terlahir sebagai anak yang tidak diinginkan oleh Mei Ling, sang ibu. Mei Ling sangat kecewa ketika ia kembali melahirkan anak perempuan untuk kesekian kali. Pandora pun dihibahkan kepada adik perempuan Mei Ling. Gadis cilik itu hidup bahagia dan mamur hingga ibu angkatnya melahirkan seorang anak perempuan. Ketika itu terjadi Pandora harus kembali ke rumah asalnya, kepada ibu aslinya. Sejak saat itu Pandora mengerti bahwa tidak ada yang menginginkan dirinya, tidak siapapun.
Akhirnya ia tumbuh besar dengan rasa kecewa yang memenuhi benaknya. Sebagian besar memori yang ia punya hanyalah hukuman-hukuman dan kerja keras yang harus ia lakukan demi mendapatkan perhatian semua orang yang ada di rumah, terutama ayah dan ibunya. Ia berpikir ia akan berubah nasib dan menjadi lebih bahagia ketika berkeluarga. Ternyata salah. Ia memiliki ibu mertua yang selalu berlaku sinis dan kejam terhadapnya, mengingat suaminya adalah anak pertama. Seolah-olah ada kompetisi tak terlihat antara ibu mertua dan dirinya.
Rasa kecewa dalam diri Pandora berkembang semakin besar hingga ia tidak mengenal siapa dirinya sendiri. Ia sudah tidak tahu mana sebenarnya cinta dan seperti apa cinta. Baginya cinta dan vertigo tidak lagi ada bedanya.
***
Membaca novel ini saya seperti membaca buku novel romantis yang berbumbu sejarah. Karena Teo tidak hanya bercerita mengenai pelik kehidupan cinta Pandora, namun juga situasi politik, sosial, ekonomi dan budaya yang terjadi kala itu. Yang menjadi setting novel ini adalah Singapura dan Malaysia pada tahun 1940 - 1969 dan 1990an, kemudian Australia pada tahun 1969an - 1990an. Penggambaran budaya Cina cukup jelas disini, karena novel ini memang tentang perempuan Cina dan pengarangnya pun berasal dari kultur yang sama.
Lain itu, topik asimilasi dan imitasi dan khususnya tentang gender memang terasa sangat kental. Sesekali pembaca juga disuguhkan tentang sejarah yang berkait dengan SARA, yang tentunya berasal dari sudut pandang si penulis. Jadi, bisa jadi akan ada pendapat-pendapat yang mungkin negatif dari para pembaca dari golongan agama tertentu.
Lewat novel ini kita dapat mengetahui bahwa kaum Cina zaman dulu menganggap anak perempuan sangatlah tidak berguna dan tidak mampu berbuat apapun. Maka mereka lebih menyenangi anak laki-laki sebagai penerus keluarga. Saya rasa pendapat ini tidak hanya pemikiran kuno yang dimiliki oleh bangsa Cina kuno saja, namun juga bangsa lainnya di zaman dahulu kala.
Lewat novel ini juga kita mengetahui soal mengenai asimilasi khususnya yang terjadi pada para imigran. Seperti yang terjadi pada Grace dan Sonny, dua anak Pandora, yang merasa tidak diterima ketika mereka tinggal di Australia dan merasa bukan menjadi bagian dari bangsa Cina khususnya ketika mereka berada di Singapura. Sehingga mereka malah berada pada posisi tengah-tengah, bukan bagian dari barat ataupun dari timur. Menyadari hal ini, mereka malah ingin sepenuhnya menjadi seorang barat dan lebih ekstrim lagi membenci dilahirkan sebagai Cina.
Akhir kata, novel ini merupakan salah satu karya yang sangat menarik. Tidak heran jika diganjar dengan penghargaan Australian / Vogel Literary Award 1999.
***
Hsu-Ming Teo (singaporewritersfestival.com) |
***
Ulasan ini diikutsertakan pada Posting bareng BBI untuk Sastra Asia dan RC books in English bunda Peni. Bagi yang ingin ikut serta silakan lihat syarat dan ketentuan disini.
wah, namanya Pandora. jadi inget kotak Pandora
ReplyDeleteAda sejarahnya knp namanya pandora di.novelnya..baca deh hehe..
Deletemenarik nih...trus namanya sama kayak aku (Lim) hihihi... cerita ttg imigran juga selalu jadi bumbu yang menyegarkan yah.
ReplyDeleteOh iya ya namanya sama kayak mbak astrid hehe...
DeleteIya mbak.. Novel dengan tema imigran kaya dan banyak yg bs dieksplor..
Pandora seperti kucing Schroengdinger.. :D
ReplyDeleteOh ya? hehe
DeletePandora jadi inget nama toko buku di semarang, hehehehe
ReplyDeleteeh, iya tah? lengkap ga koleksi bukunya? hehe
DeleteWow, covernya... unik. Pertama aku ga ngeh lho, aku pikir itu asap, cahaya, siluet. Eh rupanya itu sayap ya. Dan yg perempuan pemilik sayap itu awalnya aku pikir cuma cahaya atau tiang atau apalah gitu.. =))
ReplyDeleteiya oky, yang berdiri itu bukan tiang atau cahaya tapi perempuan bernama Pandora hehe...
Deletejaman dulu wanita emang selalu setelah laki-laki yah, buku yg aku baca juga gitu
ReplyDeletebiasa deh pandangan jaman dulu emang gituh..
DeleteWaaah, baru denger tentang buku ini.. Kayaknya menarik ya.
ReplyDeleteSalam kenal, Mbak Dila! :)
ya menarik bgt mbak..
Deletesalam kenal kembali.. :)
covernya baguuuss.. kyaknya anggapan anak waniita itu gak penting itu dari jaman dahulu smpe skg masih ada.. buktinya smapai skg pas ada anak bayi cwo lahir, bapaknya seneng bgt.. mgkin karena bs meneruskan nama keluarga kali ya.. pdhal wanita itu sgt mulia dan baik hati *gak nyiambung broo*
ReplyDeleteya.. wanita itu mulia :)
Delete