Top Social

Random Buku dan Film: Ayat-Ayat Cinta

|
Image result for ayat-ayat cinta 1
sumber: kabarmaya.co.id
Menjelang akhir tahun ini ramai diperbincangkan film Ayat-Ayat Cinta 2 yang belum lama rilis di bioskop. Saya sempat bertanya-tanya: Memangnya ada ya novel AAC2?

Saya lupa, ternyata memang ada sekuel AAC1, yakni AAC2. Saya tidak akan membahas bagaimana pendapat saya soal novel dan film AAC2 sebagaimana review lainnya. Saya hanya akan mengenang bagaimana saya dulu menyukai novel AAC1 dan mengapa saya tidak mau menonton film adaptasinya.

Ketika itu tahun 2004, dimana saya masih berusia remaja yang idealis dan sedang mencari jati diri. Sejak SMP saya sudah mengenal majalan An-Nida, lalu berlanjut ke buku-bukuu fiksi terbitan FLP (Forum Lingkar Pena). Kemudian saya mengenal fiksi terbitan Republika; Hafalan Sholat Delisa (Tere Liye) dan Ayat-Ayat Cinta 1 (Kang Abik). Bagi yang sudah terbiasa menikmati buku-buku FLP tentu saja akan mudah sekali menikmati cerita dari Tere Liye dan Kang Abik.

Berkat FLP (kenapa jadi ngomongin FLP terus yak), saya jadi punya laki-laki impian sendiri, yah yg relijius, cerdas, rendah hati, dan plusnya (kalau bisa kaya dan ganteng) hehhe. Maka, ketika aku mengenal Fahri untuk pertama kalinya, aku langsung jatuh hati. Ealah! :D
Fahri adalah ikhwan sekaligus santri yang pernah kutahu. Soalnya sebelum ini aku mengenal karakter ikhwan itu adalah siswa-siswa SMA (anak-anak ROHIS) dan mahasiswa yang ikut UKM LDK. Fahri tidak pernah digambarkan ganteng secara fisik, namun ia sempurna pada hal lainnya seperti kecerdasan (dapat beasiswa di Universitas AL-Azhar, Mesir), sifat dan sikap yang tawadhu, dll.
Maka tak heran banyak perempuan cantik yang kepincut pada Fahri. Termasuk para pembaca yang juga perempuan, hehe. Ada cerita lucu (gak lucu sih sebenarnya). Saya mengenalkan AAC1 pada teman-teman sekamar saya di Asrama Mahasiswa. Lalu kesenangan kepada Fahri dan AAC1 menular pada teman-teman beda kamar, sehingga kami sempat berdiskusi soal AAC1 dan Fahri khususnya dalam rapar lorong. :D

Yah, itulah masa-masa saya menyukai Fahri. Sampai sekarang pun ya masih suka, hanya saja Fahri yang dulu, yang mana ia masih menjadi mahasiswa santri yang apa adanya. Kemudian masuklah tingkat 3 perkuliahan dan AAC1 difilmkan. Entah, saya punya feeling untuk tidak menontonnya supaya tidak merusak imajinasi saya soal Fahri. Saya pun tidak tertarik membaca novel karya Kang Abik lainnya seperti Ketika Cinta Bertasbih. Ya, sejak AAC1 booming, banyak novel sejenis yang diterbitkan entah dari Kang Abik atau dari penulis lain. Tentang pesantren, tentang cintah.

Dan baru-baru ini rilislah film AAC2 yang ternyata memang ada novelnya juga. Saya lupa sangkin lamanya tidak membaca novel-novel beraliran sama. Karena biasanya tokoh dan alurnya tipikal. Sebagai pembaca aku kan bosan. Bagiku cukuplah AAC1 dan Fahri apa adanya.

Beruntung kebosananku menyelamatkanku. Ternyata eh ternyata, menurut spoiler yang bertebaran, kisah Fahri di AAC2 absurd. Fahri telah berubah dari seseorang yang prihatin menjadi cendekiawan sekaligus pengusaha yang berhasil di Skotlandia. Ia menjadi dosen Filologi di the University of Edinburgh sekaligus pengusaha minimarket. Salah satu yang saya kurang paham, mengapa seorang seperti Fahri yang tawadhu harus sholat di depan kelas? Bukankah ia seorang dosen yang seharusnya punya ruangan sendiri (atau setidaknya berbagi dengan kolega satu profesi)? Dan menurut pengamatan saya melalui Google, dekat kampus Edinburgh, ada sebuah masjid Edinburgh. Tidakkah dapat ia sholat di sana? Itu masjid ada di dekat kampus lho. Lagipula ada komunitas muslim juga di kampus. Ah, ya mungkin saja Fahri lagi kepepet harus mengajar dalam rentang waktu yang padat (positive thinking).
Terlepas banyak kisah yang sepertinya jauh dari kenyataan, kisah Fahri merupakan pengharapan dari banyak kaum muda muslim. Fahri adalah impian banyak wanita lintas generasi, budaya, dan agama. Fahri merupakan idola impian yang mewakili generasi muslim, dari sekian banyak idola yang mungkin berasal dari non muslim. Fahri juga merupakan impian dari banyak laki-laki yang ingin sekali seperti dirinya; baik, cerdas, kaya.
Tapi ya yang namanya fiksi kalau terlalu jauh dari kenyataan, bisa bikin pembaca atau penontonnya ilfil kan? Sekarang ini aku sih lebih senang membaca kisah fiksi yang dekat dengan realita pembaca, kayaknya lebih mengena gitu.

Oke, sekian dulu ah nostalgianya. Salam. :)

1 comment on "Random Buku dan Film: Ayat-Ayat Cinta"
  1. Aku jg dulu ngefans sama Fahri. Jaman itu emang dia dambaan kaum hawa. Kalau skrg, anak milenial ya beda kali ya. Aku blm nntn dan blm baca AAC2. Spoiler di sana sini bertebaran

    ReplyDelete

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Custom Post Signature