 |
| Ilustrasi: Hashim Ghorbandi |
Pengarang: Ahazam Rahnaward Zaryab
Ilustrator: Hashim Ghorbandi
Penerjemah (ke dalam bahasa Inggris): Wasef Bakhtari
Negara: Afghanistan
***
Bercerita tentang seorang tukang sepatu yang memiliki toko sepatu yang terletak di pinggir jalan. Di dekat tokot tsb berdiri sebuah pohon mati yang sudah ada bertahun-tahun lamanya. Si tukang sepatu selalu membuka tokonya setiap pagi dan menutupnya saat matahari terbenam. Pun ada dua orang pengangguran yang selalu duduk di dekat toko itu dan selalu menirukan apa yang dilakukan si tukang sepatu.
Tokoh utama dari cerita ini yang menyebut dirinya sendiri sebagai 'Aku', pada suatu waktu melihat ada hal yang tak biasa. Si tukang sepatu tampak muram dan tidak ceria dan banyak omong seperti biasanya. Mengadakan percakapan dengan si tukang sepatu, 'Aku' menjadi tahu bahwa pria itu sedang bersedih hati jika burung Elangnya yang ia ikat di pohon mati itu telah melepaskan diri. Namun seketika si tukang sepatu tertawa terbahak-bahak mengingat si burung Elang masih memiliki tali panjang yang menjulur yang terikat pada kakinya. Dan tali temali itu akan membuat si Elang terjerat entah dimana dan kemudian mati, setidaknya begitu pemikiran tukang sepatu. Berdasarkan pernyataan ini, 'Aku' mengira tukang sepatu adalah sosok yang kejam.
"Why do you laugh?" I asked him.Di malam harinya, 'Aku' mengalami mimpi buruk. Ia pun mencoba tidur kembali meski pada awalnya sulit. Pikirannya dipenuhi oleh perkataan si tukang sepatu yang kejam yang bahagia melihat burung Elangnya mati. Akibatnya 'Aku' mengalami sakit demam yang misterius.
"Because, the damned hawk, it'll be dead soon enough," he said.
"Why should it die?" I asked.
"Because it still has a long string tied to its leg," he said, and the usual spark of merriment returned to his eyes.
Pada pagi hari, ketika 'Aku' melewati toko si tukang sepatu, ia mendapati lelaki kejam itu sedang berbahagia karena si Elang telah kembali dengan badan menggantung dan kakinya terikat kuat pada salah satu cabang pohon mati. Si burung Elang bukan hanya kembali namun juga mati sesuai harapan si tukang sepatu. Melihat itu, 'Aku' kembali merasakan kesedihan. Ditambah kerumunan orang yang ikut menyaksikan kematian si burung Elang ikut tertawa seperti tukang sepatu. Tiba-tiba dalam pikiran 'Aku' melintas sebuah pemikiran bahwa setiap manusia dan hewan memiliki tali yang menjulur yang terikat pada kakinya. Tali-tali itu terbuat dari benda tak nyata yang disebut Ego. Ego dalam hati manusia. Tiba-tiba 'Aku' pun tertawa terbahak-bahak hingga membuat orang di sekitarnya heran.
***
Review:
Well, pertama kali baca cerita ini saya mengernyitkan dahi. Dalam hati saya berkata, sungguh cerita yang agak sulit dipahami bagi para pembaca yang berusia dibawah sepuluh tahun. Karena banyak pesan yang digambarkan secara tersirat dalam cerpen ini. Jadi jika kita ingin menganalisa rentang usia anak yang cocok membaca buku ini, ya mereka setidaknya harus berusia 10 tahun (atau lebih) dulu untuk dapat dengan mudah memahami pesan dalam cerita ini. Namun jika ada anak-anak yang masih berusia dibawah 10 tahun dan sudah memiliki kemampuan lebih (memahami makna tersirat sebuah cerita), bisa jadi mereka pun cocok untuk membaca cerita ini. Jangan lupa, orang tua harus menjadi pendamping bagi anak-anaknya setelah membaca cerita. Karena pasti akan banyak pertanyaan yang timbul dari hati mereka. Setidaknya jika si anak tidak bertanya, orang tua mau sukarela menjelaskan hikmah cerpen tersebut dengan bahasa yang lebih mudah dipahami.
However, cerpen ini cukup menarik dibaca. Khususnya bagi mereka yang senang mencari makna dalam sebuah cerita.
Tentang Pengarang dan Ilustrator:
Ahazam Rahnaward Zaryab adalah salah satu penulis terbaik di Afghanistan. Dia pernah menjabat sebagai presiden Departemen Kebudayaan pada Kementerian Informasi dan Budaya Afghanistan.
Sementara Hashim Ghorbandi adalah pelukis terkenal di Afghanistan.
Be First to Post Comment !
Post a Comment