Buku ini sudah kami baca sejak 4 tahun lalu, dan draft reviewnya pun sudah ada pada tahun yang sama selepas kami membacanya. Sayang ketika itu banyak kendala untuk menuliskannya hingga tertunda bertahun-tahun. Mungkin sekaranglah waktunya, ketika datang mood untuk baca ulang, maka review harus segera dituliskan dengan cepat sebelum pudar dari ingatan.
Akihiro Tokunaga adalah anak bungsu dari seorang ibu yang pekerja keras, dan ayah yang harus meninggal karena terkena efek bom atom yang dijatuhkan di kota Hiroshima. Karena mereka adalah keluarga yang miskin (kebanyakan orang Jepang saat itu memang miskin, karena kondisi perang), maka Akihiro harus tinggal di Desa Saga bersama Neneknya. Nenek Osano, bukanlah juga seorang yang kaya. Ia harus menghidupi dirinya dengan bekerja sebagai tukang bersih-bersih di Universitas Saga. Dan juga, ia hidup dari sungai yang mengalir di belakang rumahnya. Sungai ini disebutnya sebagai supermarket, karena dari sanalah ia mendapatkan banyak sayur, buah, dan barang bekas yang masih bagus.
Akihiro banyak belajar tentang kehidupan dari Neneknya. Saya sendiri betapa hidup bersama seorang Nenek atau Kakek secara langsung dan tidak akan mengajarkan kemandirian kepada kita. Saya sendiri pun juga hidup bersama Nenek dan Kakek ketika kecil hingga akhir SMP, sama persis dengan Akihiro. Hanya saja Akihiro mampu ikhlas menjalani kehidupannya, sementara saya terlalu banyak mengeluh.
Salah satu pesan yang menarik dari Nenek Osano adalah,
Ada dua jalan buat orang miskin. Miskin muram dan miskin ceria. Kita ini miskin yang ceria.Maksud Nenek Osano adalah bagaimanapun hidup kita sebagai manusia, yang harus kita lakukan adalah bersyukur dan menjalani hidup dengan apa adanya tanpa mengeluh. Bermuram durja, marah, dan protes terus menerus tidak akan pernah mengubah nasib dari miskin menjadi kaya. Maka bergembira adalah hal yang baik dan mendatangkan kebaikan.
Memoar yang ditulis berdasarkan pengalaman oleh Yoshichi Shimada ini sangatlah layak untuk dibaca. Isinya tidak melulu mengenai kisah sedih karena kondisi Nenek dan cucunya yang miskin, namun ada juga kisah lucu dan tegang karena kenakalan-kenakalan kecil Akihiro. Salah satunya terdapat pada halaman 220. Ketika itu Akihiro tengah lomba lari marathon, dan ia berkata kepada ibunya yang sedang menontonnya: "Ibuuu, aku tidak pandai dalam pelajaran tai lariku cepat kaann?" Kemudian ibunya berkata, "Kakimu ikut kaki Ibu. Kepalamu pasti ikut Ayahmu." Saya tertawa membaca ini.
Walaupun saya sudah membaca buku ini sebanyak dua kali, tetap saja saya meberikan lima bintang dan ulasan yang positif. Buku ini saya rekomendasikan buat para pembaca yang sedang butuh dorongan semangat, atau mereka yang ingin lebih terinspirasi lagi dalam menjalani hidup.
Sekian.
Data buku
Judul: Saga no Gabai Bachan (Nenek Hebat dari Saga)Pengarang: Yoshichi Shimada
Alih Bahasa: Indah S. Pratidina
Penerbit: Kansha Books
Tahun: April 2011
Tebal: 264 halaman
Rating: 5/5
Usia Layak Baca: Semua Umur
tertarik untuk bacanya, moga masih ada di toko buku, salam kenal
ReplyDelete