Pages

6.27.2017

Kilas Buku: Hoegeng


Halo rekan semua, apa kabar? Sebelum memulai resensi seperti biasa, kami sekeluarga selaku admin ingin mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri, semoga semakin baik dan berkah ibadah kita semua ke depannya. Amin.

Kali ini saya akan mengulas soal Hoegeng, mantan Kapolri periode 1968-1971. Pada awalnya saya tidak mengenal siapa beliau kalau bukan dari kutipan Alm. Gusdur yakni, "Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng." Bayangkan, Hoegeng sampai disamakan dengan polisi yang benda mati. Ini bukan berarti hinaan, melainkan pujian yang bermakna Hoegeng sangatlah jujur dan tegas dalam menegakkan keadilan.

Hoegeng bernama asli Iman Santoso. Ia lahir di Pekalongan, 14 Oktober 1921. Ia merupakan keturunan priyayi. Ayahnya merupakan pegawai untuk pemerintahan Hindia Belanda, dan ia pun masih memiliki pertalian darah dengan RA Kartini. Sejak kecil ia memang bercita-cita menjadi polisi karena melihat sosok Ating Natadikusumah (kepala polisi zaman ia kecil). Ating merupakan penegak hukum yang jujur sehingga ia pantas menjadi sosok idola bagi Hoegeng.

Perjalanan Hoegeng menjadi seorang polisi tidaklah semudah yang ia bayangkan sewaktu kecil. Ia bahkan sempat ingin mundur dan mencari profesi di luar kepolisian. Namun takdir berkata lain, sesulit apapun jalan yang ditempuh. Ia diangkat sebagai Kapolri setelah berhasil menunaikan tugas sebagai kareskrim di Kota Medan, Sumatra Utara. Sejak itu ia dikenal sebagai polisi yang tidak kenal kompromi.

Sayangnya, tidak semua orang senang dengan komitmen Hoegeng. Hal ini menyebabkan Hoegeng "diberhentikan" dari jabatannya bahkan sebelum masa jabatannya selesai, yakni pada tahun 1971. Kira-kira kenapa ya? Hmm.

Sejak Hoegeng diperkenalkan kepada saya, saya langsung jatuh cinta kepada sosoknya. Perilakunya yang fair membuat masyarakat senang memiliki kapolri seperti beliau. Betapa tidak banyak kasus besar yang melibatkan anak pejabat, pejabat, dan bahkan penjahat kelas kakap diurus olehnya, seperti kasus Sum Kuning, kematian Rene Louis Conrad mahasiswa ITB yang tewas oleh anggota polri, kasus penyelundupan oleh Robby Cahyadi, dll. Hoegeng tidak pernah takut mati, walaupun pekerjaannya sangatlah beresiko tinggi.

Berbagai gebrakan baru juga dibuat oleh Hoegeng, seperti nama POLRI dan KAPOLRI, dan juga wajibnya pemakaian helm bagi pengendara motor. Gimana, baru tahu kan? Hehe.

Buku Hoegeng yang satu ini terdiri atas biografi beliau, dan juga beberapa testimoni dalam bentuk artikel yang ditulis oleh rekan-rekan beliau yang akrab dengannya semasa hidup, dan juga oleh pengagumnya.

Sudah banyak biografi tentang Hoegeng, salah satunya karangan Ramadhan K.H. selagi Hoegeng masih hidup. Buku ini, seperti buku tentang Hoegeng lainnya sangatlah bagus dibaca bagi para generasi muda Indonesia. Untuk mengingatkan bahwa masih ada sosok polisi yang betul-betul bekerja untuk keadilan Indonesia. Semoga Hoegeng juga memberi kita penyegaran baru bagi nama polisi yang seringkali dipandang sebelah mata oleh masyarakat.

Data buku

Judul: Hoegeng: Oase di Tengah Keringnya Penegakan Hukum di Indonesia
Penyusun: Aris Santoso, dkk.
Tebal: paperback, 337 halaman
Penerbit: Bentang, April 2009
ISBN: 139789791227650

No comments:

Post a Comment