Top Social

Kilas Buku: Kisah Para Preanger Planters

|


Banyak orang yang kurang menyukai buku sejarah. Alasan mereka, sejarah adalah topik yang membosankan. Padahal sejarah merupakan hal yang menarik untuk disimak. Ia bukan sekedar hapalan angka dan lokasi. Ah, mungkin ini cara didikan kita yang sudah membosankan, sehingga sejarah sudah identik dengan angka dan cerita yang rumit. Padahal, lagi, sejarah bisa jadi sama menariknya dengan infotaimen selebritis di televisi. Bahkan lebih menarik, karena sejarah jelas lebih penting dari sekedar gosip.

Buku sejarah yang kali ini akan diulas oleh Kilas Buku adalah "Kisah Para Preanger Planters". Apa itu preanger planters? Sebelum saya tulis penjelasannya, ada baiknya saya paparkan hal lain dulu. Jadi pada zaman VOC masih menjajah, tanah-tanah di Indonesia disewakan kepada para pengusaha Eropa, baik dari negeri Belanda sendiri, ataupun negara Eropa yang lain. Sebenarnya hal ini dilakukan setelah berakhirnya sistem tanam paksa (cultuurstelsel).  Kompeni Belanda merasa merugi dengan hasil produksi yang kurang maksimal, maka diberlakukanlah Undang-Undang Agraria tahun 1870.

Ada 2 kelompok pengusaha Eropa yang berusaha di bidang perkebunan yakni Suikerplanters, dan Preanger planters. Yang pertama adalah pengusaha pabrik gula dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan yang kedua adalah pengusaha perkebunan teh di Jawa Barat. (hlm. VII)

Kisah tentang pengusaha perkebunan teh, tentu akan dimulai dengan asal muasal bagaimana tanaman teh bisa sampai ke Indonesia. Tanaman teh masuk ke Pulau Jawa dibawa oleh Andreas Cleyer, seorang berkebangsaan Jerman pada tahun 1648. Waktu itu tanaman teh hanya berfungsi sebagai tanaman hias. Dua ratus tahun berselang, yakni pada 1824 barulah pemerintah Belanda mengutus Ph F von Siebold untuk membawa berbagai macam bibit dari Jepang, yang mungkin salah satunya Teh. Dan pada tahun 1827, teh mulai ditanam di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut Wanayasa, dan Purwakarta. (hlm. 3-4)

Pelopor pengusaha prianger dari Belanda adalah Guillaume Louis Jacques (Willem) van der Hucth, yang bersama keluarganya berlayar menuju Indonesia tahun 1843. Dari sanalah berkembang keluarga pengusaha perkebunan yanng disegani. Karena keturunan van der Hutch lah (yang kemudian dikenal dengan banyak nama keluarga seperti Holle, Kerkhoven, dan Boscha) yang memang punya ambisi dan kesempatan untuk berusaha di bidang ini.

Untuk membuka perkebunan yang luas tentulah tidak mudah. Banyak binatang buas yang harus diburu seperti gajah dan harimau Jawa yang sekarang sudah punah 😕. Selain itu banyak juga tanah pribumi yang diambil paksa untuk membuka lahan.

Intermezzo saja, pada salah satu foto yang ada dalam buku ini, terdapat foto Eduard Julius Kerkhoven dengan gajah peliharaannya (si Tuku) yang bergading panjang. Panjang gadingnya hampir sama dengan panjang belalainya. Sekarang ini kan sudah langka gajah yang seperti itu. Gading gajah yang sekarang kan rata-rata pendek saja.

EJ Kerkhoven dan si Tuku (commons.wikimedia.org)
Meskipun usaha pembukaan kebun sering menekan orang pribumi, beberapa dari keluarga Kerkhoven ini juga memiliki sisi humanis. Banyak dari mereka yang membangun hal-hal penting yang bermanfaat untuk Indonesia. Seperti KAR Boscha dan RA Kerkhoven yang membanung observatorium Boscha di Lembang, Jawa Barat. KF Holle yang sangat memperhatikan sastra Sunda. Ia berteman dengan Haji Moehamad Moesa yang juga tokoh Garut. Bahkan Haji Moehamad Moesa, dengan bantuan KF Holle, menerbitkan beberapa buku yang menjadi tonggak bagi sastra Sunda. KF Holle sendiri juga menerbitkan buku yang kebanyakan tentang panduan bertani dan berternak. Salah satunya adalah tata cara menanam padi. Saya baru tahu kalau sebelum Holle, petani di Jawa menanam padi dengan menyebar bibitnya begitu saja, bukan menyemainya dulu seperti sekarang.

Yang juga menarik dari buku ini adalah tentang kasak-kusuk hubungan antara laki-laki Belanda dengan perempuan pribumi, dan tionghoa. Dari hubungan mereka lahirlah anak-anak Indo, yang seringkali tidak diakui oleh bapaknya. Ada juga yang dianggap sebagai anak, walaupun sang ibu tetap dianggap orang luar. Kisah ini juga dialami Reggie Baay, penulis buku "Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda" (terjemahan Komunitas Bambu). Ia mengetahui kalau dirinya adalah cicit dari seorang nyai asal Indonesia bernama Moeinah dari amplop yang dirahasiakan ayahnya.

Buku ini sangat saya rekomendasikan untuk pembaca yang memang menyenangi sejarah, khususnya tentang Jawa Barat. Bisa jadi dari buku ini malah tertarik untuk membaca novel sejarah karangan Hella S. Haasse berjudul "Heren van de Thee" yang juga bercerita tentang preangar planters.

4 bintang untuk buku ini.

Data buku

Judul: Kisah Para Preangar Planters
Pengarang: Her Suganda
Tebal: 180 halaman
Penerbit: Kompas, Mei 2014
ISBN: 9789797098261
Be First to Post Comment !
Post a Comment

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

Custom Post Signature